BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa
dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf kapital dan huruf
miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa
yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata
bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis
memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk
membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
Peran EYD yakni
sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun,
dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD
yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian,
biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang
telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ?
2. Apa yang dimaksud dengan kaidah tata tulis?
3 Bagaimana penulisan huruf-huruf kapital dan huruf miring?
4. Bagaimana penulisan kata, istilah, kata depan, dan unsur serapan?
5. Bagaimana pemengggalan kata secara ortografis?
6. Bagaimana penulisan angka dan penggunaan tanda baca?
1.3 Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang pengertian EYD
2. Dapat menjelaskan tentang kaidah tata tulis
3. Dapat menjelaskan penulisan huruf-huruf kapital dan huruf miring
4. Dapat menjelaskan penulisan kata, istilah, kata depan, dan unsur serapan
5. Dapat menjelaskan tentang pemenggalan kata secara ortografis
6. Dapat menjelaskan tentang penulisan angka dan penggunaan tanda baca
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Ejaan dan Kaidah Tata Tulis
2.1.1 Pengertian EYD
Ejaan adalah
seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan
huruf, suku kata, atau kata. Sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh
lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara
menuliskan bahasa.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.
Ejaan menurut beberapa
para ahli yaitu :
1) Menurut Chaer (2006: 36), “Ejaan adalah konvensi grafts, perjanjian di
antara anggota masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya, yang
berupa pelambangar fonem dengan huruf, mengatur cara penulisan kata dan
penulisan kalimat, beserta dengan tanda-tanda bacanya.”
2) Wirjosoedarmo (1984: 61) berpendapat bahwa “Ejaan adalah aturan menuliskan bunyi ucapan
dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.”
3) Keraf (1984: 47) berpendapat bahwa “Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan
lambang-larnbang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang
itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.”
4) Kridalaksana (2008: 54) mengemukakan bahwa “Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah
tulis menulis yang distandarisasikan. yang la/irn mempunyai 3 aspek, yakni
aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan
abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfcmis,
dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.”
5) Menurut KBBI (2005: 285), “Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca.”
EYD (Ejaan yang
Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini
diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Singkatnya EYD
digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
2.1.2 Kaidah Tata Tulis
Kaidah
bahasa merupakan aturan pemakaian bahasa agar bahasa itu tetap terpelihara
dalam perkembangannya. Dalam berbahasa, kita harus mengikuti kaidah sehingga
bahasa kita menjadi terpelihara dengan baik, sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kaidah bahasa merupakan
suatu himpunan beberapa patokan umum berdasarkan struktur bahasa. Kaidah tata tulis terdiri dari :
1)
Pemakaian huruf
2)
Penulisan huruf
3)
Penulisan kata
4)
Pungtuasi (tanda baca)
Ejaan
yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis,
yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi,
kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada
adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/,
/ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu
tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan
dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
2.2 Penulisan Huruf-huruf Kapital dan Huruf Miring
2.2.1 Huruf Kapital
Kaidah
penulisan huruf kapital
dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
1) Digunakan
sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2) Digunakan
sebagai huruf pertama petikan langsung.
3) Digunakan sebagai huruf
pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
4) Digunakan sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
5) Digunakan
sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang,
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
6) Digunakan
sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7) Digunakan
sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
8) Digunakan
sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
9) Digunakan
sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
10) Digunakan sebagai
huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan
nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
11) Digunakan
sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
12) Digunakan
sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
13) Digunakan
sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
14) Digunakan
sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada
nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
15) Digunakan
sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan
karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.
2.2.2 Huruf Miring
Huruf
miring digunakan untuk :
1)
Menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2)
Menegaskan dan
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
2.3 Pemenggalan Kata secara Ortografis
Pemenggalan
kata dasar, baik kata
Indonesia maupun kata serapan, dilakukan dengan berpeganga pada prinsip ortografis :
1. Pemenggalan kata yang mengandung
huruf-huruf vokal yang berurutan di tengahnya dilakukan di antara keda huruf
vokal itu. Contoh : Bu-ah, I-de-al
2.
Bagian kata yang terdiri atas satu
huruf vokal (termasuk akhiran –i).
Contoh : Di-a, i-ni
3.
Suku kata yang mengandung gugus
vokal au, of, ae, ci, eu, dan ui, baik dalam kata-kata Indonesia maupaun dalam
kata-kata sderapan, diperlakukan sebagai satu suku.
Contoh : Au-la, Ae-ro-bik
Bandingkan dengan : Ka-in, Da-un
Akan tetapi, kata seperti Mei, prei,
sai dipenggal menjadi : Me-i, Pre-i, Sa-i
4.
Pemenggalan kata yang mengandung
sebuah huruf konsonan dilakukan sebelum huruf konsonan. Contoh : Ba-pak, Wa-jar
5. Pemenggalan kata yang mengandung dua
huruf konsonan berurutan yang tidak mewakili satu fonem dilakukan di antara
kedua huruf konsonan itu.
Contoh : Ap-ril, Jan-ji
6. Pemenggalan kata yang di tengahnya terdapat digraf (gabungan huruf
konsonan yang mewakili fonem tunggal) dilakukan dengan tetap mempertahankan digraph itu. Contoh: akh-lak, bunyi, dan pang-gung
7.
Pemenggalan kata yang mengandung tiga atau empat huruf konsonan
berurutan (di tengah kata) dilakukan di antara huruf konsonan pertama atau huruf konsonan kedua. Contoh : ben-trok, in-fra, dan ul-tra
8. Pemenggalan kata yang mengandung
bentuk trans- dilakukan seperti dibawah ini
a. Jika trans- diikuti
bentuk bebas, pemenggalannya dilakukan dengan
memisahkan trans- sebagai bentuk utuh dan bagian lainnya dipenggal
kata dasar. Contoh : trans-migrasi, trans-fusi, dan trans-aksi
b. Jika
trans- diikuti bentuk terikat (berhuruf awal s, sehingga salah satu huruf s itu
menjadi luluh), pemenggalan seluruh kata dilakukan dengan mengikuti pola
pemenggalan kata dasar. Contoh : Tran-senden, tran-sit, dan tran-skripsi.
9.
Pemenggalan kata yang mengandung bentuk eks- dilakukan seperti dibawah
ini
a.
Jika unsur eks- ada dalam kata yang mempunyai bentuk sepadan yang mengandung
unsur in- atau im-, pemenggalannya dilakukan antara eks- dan unsur berikutnya. Contoh: eks-tra dan eks- por
b. Bentuk lain yang megandung
unsur eks- dipenggal sebagai kata utuh. Pemenggalan eks- delakukan di
antara huruf k dan s. Contoh : ek-sistensi
10. Pemenggalan
kata yang terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain
dilakukan diantara unsur-unsurnya.
Contoh: tele-skop, bi-o-skop, dan tele-graf
11. Pemenggalan
kata yang terdiri atas unsur serapan asing yang berakhir –isme, dilakukan
dengan ketentuan berikut ini.
a. Pemenggalan unsure serapan asing yang
berakhir –isme dan –isme itu didahului oleh huruf vokal
(atau bentuk dasar berakhir dengan huruf vokal) dilakukan setelah huruf vokal
itu. Contoh : ego-isme dan hero-isme
b. Pemenggalan unsur serapan asing yang
berakhir –isme dan -isme itu didahului oleh sebuah huruf
konsonan, dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Contoh : huma-nisme, jurna-lisme, dan patrio-tisme
12. Pemenggalan
unsure serapan asing yang berakhir –anda, -asi, -ida, -ika,
-ikel,dan –tas. Contoh : dedi-kasi, lo-gika, dan ar-tikel
13. Pemenggalan unsur serapan asing yang
berakhir –ak, -al, -ans, -at, -if, -ik, -or, dan –ur. Contoh : ak-tor, jur-nalis, dan pro-sedur
14. Pemenggalan
unsure serapan asing yang berakhir –I, dan –iah. Contoh: in-sani dan kama-riah
2.4 Penulisan Kata, Istilah, Kata Depan dan Unsur Serapan
2.4.1 Penulisan Kata
1.
Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis
sebagai satu kesatuan.
Contoh : Buku itu sangat tebal.
2.
Kata Turunan
a.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan kata dasarnya.
Contoh : bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, dll.
Contoh : bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, dll.
b.
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau
akhiran, ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti/mendahuluinya.
Contoh : bertepuk tangan, garis
bawahi, sebar luaskan.
c.
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh
: menggarisbawahi,
menyebarluaskan, dilipatgandakan.
d.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh : ekstrakurikuler, telepon,
transmigrasi.
3.
Bentuk Ulang
Ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh : lauk-pauk, sayur-mayur,
tunggang-langgang, anak-anak, centang-perenang, dll.
4. Gabungan
Kata
a.
Gabungan kata biasa disebut kata majemuk, termasuk
istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Contoh : duta besar, kambing hitam,
kereta api, mata pelajaran, rumah sakit, simpang empat, dll.
b.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Contoh : anak-istri saya, ibu-bapak
kami, alat pandang-dengar, dll.
c.
Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Contoh : acapkali, adakalanya,
beasiswa, dukacita, kasatmata, saputangan, sekalipun, sukacita, dll.
4.
Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Ditulis serangkai dengan kata yang mendahului atau
mengikutinya.
Contoh : Bukuku, bukumu, dan bukunya tersusun rapi.
Contoh : Bukuku, bukumu, dan bukunya tersusun rapi.
5.
Kata Depan di, ke, dan dari
Apabila menunjuk kata tempat, ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya.
Contoh : di dalam, di mana, ke mana, ke depan, dari sana, dari kota, dll.
Contoh : di dalam, di mana, ke mana, ke depan, dari sana, dari kota, dll.
2.4.2 Penulisan Istilah
·
Istilah Bahasa Indonesia
Kosakata Bahasa Indonesia dapat
diambil sebagai istilah jika Istilah adalah kata atau gabungan kata dengan
cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu (PUPI,1992:11). Ada dua macam istilah ,yaitu istilah khusus dan
istilah umum. Sumber Istilah Bahasa Indonesia berturut-turut adalah Bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing memenuhi satu syarat atau lebih
berikut ini.
a. Kata yang paling tepat, misalnya
daerah- wilayah- kawasan.
b. Kata yang paling singkat, misalnya
tumbuhan pengganggu – gulma.
c. Kata yang berkonotasi baik, misalnya
perempuan – wanita.
d. Kata umum diberi makna baru, misalnya
tanggul –tanggul pengaman.
·
Bahasa Daerah
Pemasukan istilah dari bahasa daerah
atau serumpun dapat dibenarkan jika salah satu syarat berikut ini terpenuhi.
a. Lebih cocok karena konotasinya,
misalnya tuntas, anjangsana.
b. Lebih singkat jika dibandingkan denganterjemahan
Indonesianya, missal luwes, mawas diri, sandang pangan.
·
Bahasa Asing
Pemasukan istilah bahasa asing
(diutamakan Bahasa Inggris) dapatdipertimbangkan jika salah satu syarat atau
lebih yang berikut ini dapat dipenuhi.
a. Lebih cocok karena konotasinya, misalnya kritik
–kecaman.
b. Lebih singkat daripada terjemahannya, misal
studi,diplomasi, dokumen.
c. Karena keinternasionalannya akan
memudahkan pengalihan antar bahasa mengingat keperluan masa depan, misalnya
inflasi, bursa, satelit.
d. Istilah asing yang dipilih dapat memermudah
tercapainya kesepakatan jika istilah indonesianya terlalu banyak sinonimnnya,
misalnyaa komunikasi.
Asas
pengambilan istilah asing ke dalam Bahasa Indonesia melalui empat macam cara,
yaitu adopsi, adaptasi, padan kata, dan campuran.
a. Adopsi , yaitu pengambilan dalam bentuk
utuh, misalnya radio, mode.
b. Adaptasi, pengambilan dengan enyesuaian kaedah
dengan Bahasa Indonesia, misalnya energy menjadi energi.
c. Padan kata, pengambilan istilah denga cara
mencari padanan kata asing tersebut di dalam Bahasa Indonesia, misalnya medical
di dalam Bahasa Indonesia berarti pengobatan.
d. Campuran, cara ini dipakai dalam
membentuk istilah Bahasa Indonesia terutama istilah yang berua gabungan kata,
misalnya electric energy yang berarti energy listrik dalam Bahasa Indonesia.
2.4.3 Penulisan Kata Depan
Kata depan di,
ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai
satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam
lemari.
Dia ikut terjun ke tengah
kancah perjuangan.
Mari kita
berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana
kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya
kemarin.
Saya tidak tahu dari mana
dia berasal.
Cincin itu
terbuat dari emas.
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini
ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya
sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar
itu.
Kesampingkan saja persoalan yang
tidak penting itu.
Catatan:
Kata di- yang
bertindak sebagai imbuhan, ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: dijual
Imbuhan di- dirangkaikan dengan tanda hubung jika
ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
di–PHK
di-upgrade
2.4.4 Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya,
bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa, baik dari bahasa daerah
maupun dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle
cock, dan de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam
konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih
mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan pengucapannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal itu, diusahakan ejaannya
disesuaikan dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga agar
bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang
berlaku bagi unsur serapan itu adalah sebagai berikut.
a (ain Arab dengan a) menjadi 'a
'asr
|
Asar
|
sa'ah
|
Saat
|
manfa'ah
|
Manfaat
|
' (ain Arab) di akhir suku kata menjadi k
ra'yah
|
Rakyat
|
ma'na
|
Makna
|
ruku'
|
Rukuk
|
aa (Belanda)
menjadi a
Paal
|
Pal
|
Baal
|
Bal
|
octaaf
|
Oktaf
|
2.5 Penulisan Angka dan Penggunaan Tanda Baca
2.5.1 Penulisan Angka
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai
sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka
Romawi. Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C
(100), D (500), M (1000), V (5.000).
Aturan penulisan
angka dalam Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu :
1.
Bilangan di dalam teks yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali bilangan itu
dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Contoh : Di antara 50 anggota yang hadir dalam rapat itu 40
orang setuju, dan 10 orang tidak setuju dengan argumen Deni.
2.
Bilangan pada awal kalimat ditulis
dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat
diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Contoh : Panitia mengundang 250 orang peserta dalam seminar itu
(bukan 250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu).
3.
Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja
sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
Contoh : Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan
biaya Rp10 triliun.
- Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
- Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
4.
Angka digunakan untuk menyatakan (a)
ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah. Contoh : 0,5
sentimeter.
5.
Angka digunakan untuk melambangkan
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Contoh : Jalan Pulau
Buton II No. 5.
6.
Angka digunakan untuk menomori
bagian karangan atau ayat kitab suci.
Contoh : Halaman 78
Contoh : Halaman 78
7.
Penulisan bilangan dengan huruf.
Contoh : Bilangan utuh: dua belas (12), tiga puluh (30), dll.
8.
Penulisan bilangan tingkat.
Contoh : Pada awal abad XX (angka Romawi kapital).
Contoh : Pada awal abad XX (angka Romawi kapital).
9.
Penulisan bilangan yang mendapat
akhiran –an.
Contoh : Tahun1950-an (Tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
Contoh : Tahun1950-an (Tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
10.
Bilangan tidak perlu ditulis dengan
angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti
akta dan kuitansi).
Contoh : Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
11.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka
dan huruf, penulisannya
harus tepat.
Contoh : Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Contoh : Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
2.5.2 Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda Titik ( . )
a.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh : Saya suka makan nasi.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus
diberi jarak satu ketukan.
b.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Contoh : Irwan S. Gatot
Apabila nama itu ditulis
lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.
Contoh : Anthony Tumiwa
c.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan,
pangkat, dan sapaan.
Contoh: Dr. (doktor)
d.
Tanda
titik dipakai pada singkatan kata
atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga
huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik. Contoh : dll. (dan lain-lain)
e.
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh : Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10
menit 12 detik)
f.
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh : Kota kecil itu berpenduduk
51.156 orang.
g.
Tanda
titik tidak dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh : Nama Ivan terdapat pada halaman
1210 dan dicetak tebal.
h. Tanda
titik tidak dipakai dalam singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh : DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
i.
Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang. Contoh : Cu
(tembaga)
j.
Tanda
titik tidak dipakai pada akhir judul
yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Contoh : Latar Belakang Pembentukan
2. Tanda Koma (,)
a.
Tanda
koma dipakai di antara unsur-unsur
dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Contoh : Saya menjual baju, celana, dan
topi.
b.
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului
oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan.
Contoh : Saya bergabung dengan
Wikipedia, tetapi tidak aktif.
c.
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk
kalimatnya.
Contoh : Kalau hari hujan, saya
tidak akan datang.
d.
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan
anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk
kalimat.
Contoh : Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
e.
Tanda
koma dipakai di belakang kata atau
ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di
dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Contoh : Oleh karena itu, kamu
harus datang.
f.
Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan,
yang terdapat pada awal kalimat. Contoh : Wah, bukan main.
g.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. Contoh : Kata adik, "Saya sedih sekali".
h.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan. Contoh : Medan, 18 Juni 1984
i.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh : Lanin, Ivan, 1999. Cara
Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6. Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.
j.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh : Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung: UP
Indonesia, 1990), hlm. 22.
k.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga. Contoh : Rinto Jiang, S.E.
3. Tanda
Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Contoh : Malam
makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh : Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
Contoh : Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4. Tanda Titik Dua (:)
a.
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Contoh : Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
b.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh :
Ketua :
Borgx
Wakil Ketua
:
Hayabuse
Sekretaris
:
Ivan Lanin
Wakil Sekretaris
: Irwan Gatot
c.
Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan. Contoh :
Borgx :"Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!"
Borgx :"Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!"
Rex : "Siap, Boss!"
d.
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul
suatu karangan.
Contoh :
(i) Tempo, I (1971), 34:7
(i) Tempo, I (1971), 34:7
(ii) Surah Yasin:9
(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah
Studi, sudah terbit.
e.
Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).
Contoh : Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.
f.
Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Contoh : Kita memerlukan kursi,
meja, dan lemari.
5. Tanda Hubung (-)
a.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh : anak-anak,
berulang-ulang, kemerah-merahan
b.
Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal. Contoh : p-e-n-g-u-r-u-s
c.
Tanda
hubung dapat dipakai untuk memperjelas
hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan : ber-evolusi dengan be-revolusi
Bandingkan : ber-evolusi dengan be-revolusi
d.
Tanda
hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, (d) singkatan berhuruf
kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan rangkap.
Contoh: se-Indonesia
Contoh: se-Indonesia
e.
Tanda
hubung dipakai untuk merangkaikan
unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Contoh : di-charter
6. Tanda Pisah (–, —)
a.
Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata
atau kalimat yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh : Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia
terbesar.
b.
Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi
atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas.
Contoh : Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini
juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c.
Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua
bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota
yang berarti 'ke', atau 'sampai'.
Contoh: 1919–1921, 10–13 Desember 1999
Contoh: 1919–1921, 10–13 Desember 1999
d.
Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama
perkataan dari dan antara, atau bersama tanda kurang (−). Contoh : dari halaman 45 sampai
65, bukan dari halaman 45–65
7. Tanda Elipsis (...)
a.
Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus, misalnya untuk menuliskan naskah drama. Contoh : Kalau begitu ... ya, marilah
kita bergerak.
b.
Tanda
elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu
kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan
langsung. Contoh:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah
titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir
kalimat. Contoh : Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan
hati-hati ....
8. Tanda Tanya (?)
a.
Tanda tanya dipakai pada akhir tanya. Contoh : Kapan ia berangkat?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh :
Ia
dilahirkan pada tahun 1683 (?).
9. Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Contoh : Bersihkan meja itu sekarang
juga!
10. Tanda Kurung ((...))
a.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Contoh :
Bagian
Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara
berkala.
b.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan. Contoh : Satelit Palapa (pernyataan
sumpah yang dikemukakan Gajah Mada) membentuk sistem satelit domestik di
Indonesia.
c.
Tanda
kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya
di dalam teks dapat dihilangkan. Contoh : Pembalap itu berasal dari
(kota) Medan.
d.
Tanda
kurung mengapit angka atau huruf yang
memerinci satu urutan keterangan.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c) tempat, dan (c) promosi.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c) tempat, dan (c) promosi.
11. Tanda Kurung Siku ([...])
a.
Tanda
kurung siku mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan
itu memang terdapat di dalam naskah asli. Contoh : Sang Sapurba men[d]engar
bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung. Contoh : Persamaan kedua proses ini
(perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu
dibentangkan di sini.
12. Tanda Petik ("...")
a.
Tanda
petik mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Contoh : "Saya belum
siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
b.
Tanda
petik mengapit judul syair, karangan,
atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Contoh : Sajak "Berdiri Aku"
terdapat pada halaman 5 buku itu.
c.
Tanda
petik mengapit istilah ilmiah yang
kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Contoh : Pekerjaan itu dilaksanakan
dengan cara "coba dan ralat" saja.
d.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Contoh : Kata Tono, "Saya juga minta satu."
Contoh : Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e.
Tanda baca
penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai
dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Contoh : Karena warna kulitnya,
Budi mendapat julukan "Si Hitam".
13. Tanda Petik Tunggal ('...')
a.
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh : Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
Contoh : Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
b.
Tanda
petik tunggal mengapit makna, terjemahan,
atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Contoh : feed-back 'balikan'
14. Tanda Garis Miring (/)
a.
Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Contoh : No. 7/PK/1973
b.
Tanda
garis miring dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau sebagai tanda bagi dalam
pecahan dan rumus matematika. Contoh : 7/8 atau 7⁄8
c.
Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai
pengganti kata atau.
15. Tanda Penyingkat (Apostrof)(')
Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan bagian
kata atau bagian angka tahun.
Contoh : 1 Januari '88 ('88 = 1988)
Contoh : 1 Januari '88 ('88 = 1988)
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari ini yang
dapat kita simpulkan adalah betapa banyak tanda
baca serta beragam nya ejaan di bahasa kita ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sugihastuti, hartono.
2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Finoza,
Lamudin. 1993.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.
Alwi, Hasan.2003, Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Bala
Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Effendi,
S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta:
Pustaka Jaya.
http://melkyat.blogspot.co.id/2013/11/ejaan-dan-kaidah-tata-tulis.html diakses pada 3 April 2017
http://thedemurely.blogspot.co.id/2014/12/aturan-penulisan-kata-unsur-serapan-dan.html diakses pada 3
April 2017
http://okaampas.blogspot.co.id/2012/12/pemakaian-istilah-bahasa-indonesia.html diakses pada 3
April 2017
http://www.mondayflashfiction.com/2013/05/penulisan-kata-kata-dasar-kata-turunan.html diakses pada 3
April 2017
http://ursula-citra-inggil-kasih01.blogspot.co.id/2013/11/1_6496.html
diakses pada 3 April 2017
Komentar
Posting Komentar